Blog Archive

Sabtu, 05 April 2014

There's a Reason Behind Someone's Anger

Menulis bukanlah hal yang mudah. Memang terlihat mudah, tapi untuk membuktikannya? It's all yours.

Di kampusku, ada sekitar 500 orang jurusan akuntansi SEANGKATAN. Jadi, nggak mungkin makul nya di paketin. Jadi intinya, kita harus key-in untuk ambil makul. Yang bikin deg-degan bukan cuma waktu ambil makul karena harus cepet-cepetan, tapi juga harus tau siapa dosen di jam itu. Kalo kampus lain mungkin ada nama dosennya, tapi di kampusku enggak men. Jadi kalo mau dapet dosen seenaknya harus survei dari awal dosen itu hobinya ngajar jam berapa.

Yang pengen aku ceritain adalah salah satu dosen pendidikan kewarganegaraan aku. Bukannya aku nggak suka, justru aku lebih simpatik sama dosen yang kayak gitu. The killers one. Ketika orang lain nggak suka dosen itu, disaat itulah aku menorobos kesempatan yang ada. Alias aku mencoba untuk tidak menggali sisi negatifnya, tapi positifnya. Karena aku udah banyak pengalaman diajar oleh guru yang menurut murid lain, galak. Waktu SD misalnya? Aku pertamanya takut sama guru itu karena ekspresinya aja udah galak, kalo ngomong agak mbentak, tapi pas berhadapan empat mata, berasa dialah orang yang paling perhatian. Karena guru itu marah bukan karena melampiaskan amarahnya, tapi itu adalah cara untuk mendidik kita supaya kita lebih baik untuk kedepannya.

Hehe ini mungkin agak sebut merek. Jadi dulu SD yang namanya pelajaran matematika, ketemu gurunya aja udah mau nangis. Waktu ngerjain aku nggak bisa blas karena aku bukannya merhatiin pelajarannya, tapi merhatiin gurunya. Memastikan biar gimana caranya aku nggak keliatan di mata guru itu. Tapi nggak bisa, justru semakin aku bersembunyi di ketakutanku itu, semakin kelihatan aku dimata guru itu. Soalnya aku kebetulan murid di salah satu SD swasta, jadi satu kelas muridnya cuma sedikit, jadi guru pasti kenal semua muridnya.

Oke aku cerita asal-muasal aku suka matematika.

Jadi waktu dulu SD kelas satu, aku dan 3 orang lainnya sering nangis kalo pelajaran matematika. Kita berempat duduk di depan guru itu dan di privat. Di kasih soal, kita harus kerjain, kalo belum selesai, belum boleh ngelanjutin ke pelajaran selanjutnya. Akhirnya mau nggak mau aku sama temenku yang lain, mungkin, merasa lebih agak tertekan. Tapi toh semua berjalan begitu saja. Nggak ada yang lebih menakutkan lagi. Akhirnya kita berempat udah mulai berubah waktu ke waktu. Di kelas dua sampe kelas lima, kita udah banyak berubah. Puncaknya waktu kelas 6. SD ku baru menerapkan yang namanya drilling. Jadi setiap pulang sekolah, kita istirahat sebentar trus masuk ke kelas yang udah dikelompokin sebelumnya. Nah, jadi kita dikasih soal, dikerjain individu, trus dibahas, masukin nilai. Dari situ kita bisa lihat nilai kita semakin naik atau turun, atau stabil. Langsung ke bagian intinya aja ya. Jadi, setiap sekolah kan pasti punya murid unggulan ya kan? Nah waktu aku lagi ngerjain soal matematika, ya aku ngerjain kayak biasa, waktu dibahas, aku bener semua. 100 dong ya kan? Nah, yang buat aku suka matematika adalah waktu nilai matematika ku tertinggi, dan ngalahin temenku yang dia bener-bener pinter. Wuuuuuuhhhh pas itu aku langsung sukakkk banget sama matematika. Setelah hari itu, setiap pelajaran matematika aku selalu antusias.

Waktu wisuda SD tiba, aku nggak bisa berhenti bahagia waktu aku salaman sama guru matematika ku yang 'dulu' pernah ada cap galak. Sirna. Bener-bener sirna. Panjang juga sih kalo diceritain. Pokoknya guru yang berkesan itu selalu guru matematika HUAHAHAHAHA. Walaupun banyak halang rintang yang menghadang, kecintaanku sama matematika pokoknya nggak boleh hilang hohoho.

Ini tadinya mau bahas dosen PKN kenapa jadi guru matematika gini ya? Hmmmmm.. Ya intinya sih aku kedapetan dosen yang 'mungkin nggak galak' cuma annoying aja. Tapi kadar annoying nya cuma dikit, soalnya bapaknya itu selalu ngasih makna dibalik dia annoying. Pernah masuk kelas cuma 15 menit habis itu pulang karena nggak ada yang mau jawab pertanyaan bapaknya, sebenernya sih bukannya nggak mau, cuma bingung aja. Akhirnya bapaknya hanya bilang, "Oke, hari ini saya gagal mendidik anda menjadi manusia. Saya cukupkan sekian, mari kita baca hamdalah. Alhamdulillah." Selesai. Semua pulang dan rebutan absen pastinya.

Banyak juga postinganku kali ini.

Tidak ada komentar: